Indonesia punya sejarah panjang, banyak bukti mengenai itu. Mulai dari jaman kerajaan-kerajaan hindu dan budha sampai jaman kemerdekaan. Banyak sisa-sisa kejayaan masa lalu yang bisa kita lihat sampai saat ini.
Kali ini bakal dibahas tentang peninggalan masa lalu yang masuk dalam situs warisan cagar budaya. Sangat berkaitan erat dengan Candi Borobudur dan Candi Prambanan, meskipun ketenarannya memang masih unggul kedua candi tersebut. Namun, banyak keunikan yang tersimpan dari situs peninggalan sejarah yang bakal dibahas secara tuntas melalui postingan ini. Yang dimaksud itu tak lain adalah Kraton Candi Ratu Boko. Kebetulan juga beberapa waktu yang lalu sempat saya kunjungi.
Letak Geografis dan Konstruksi
Situs seluas sekitar 25 ha ini bisa dibilang menjadi satu-satunya situs arkeologi yang memadukan arsitektur khas Hindu dan Budha. Terletak hanya sekitar 3 kilometer kearah selatan Candi Prambanan, tepatnya di kecamatan Bokoharjo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Kira-kira 18 km sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50 km barat daya Kota Solo.
Pertama yang kita lihat kalau kita ikuti papan petunjuk yang ada di pinggir jalan dari arah Candi Prambanan adalah pintu masuk pertama yang kata bapak penjaga loket kalau lewat situ jalan kakinya lebih jauh. Waktu itu saya direkomendasikan lewat pintu yang kedua, tapi tiket bisa dibeli kok di loket pintu masuk pertama.
Setelah menebus tiket, saya pun melaju menuju ke pintu masuk Kraton Ratu Boko yang kedua. Cukup mudah didatangi juga, secara penunjuk arahnya dimana-mana. Nanti bakal melewati desa-desa dengan dihiasi sawah dan perbukitan hijau. Selain itu bakal melewati pula jalan masuk menuju Candi Ijo dan Candi abang. Kalau kalian punya waktu banyak, bisa dicoba nengok semua candi itu. Saran saya, taruh Kraton Ratu Boko di urutan kunjungan yang terakhir. Karena apa, sunset dari kompleks Ratu Boko jos gandhos pokoknya.
Okey, setelah melewati jalanan desa yang menanjak akhirnya sampai juga di pintu gerbang Ratu Boko yang kedua. Saya sih langsung masuk aja karena tiket udah di tangan.
Welcome to Ratu Boko Palace...!!! Kalau kita lihat konstruksi yang masih berdiri, Ratu Boko berbeda dengan Borobudur, Prambanan, dan candi-candi yang lain karena kesan yang kita peroleh pasti menganggap kalau Ratu Boko adalah suatu kompleks kerajaan. Terlihat dari saat awal kita masuk area candi yang sudah disambut dengan gerbang masuk yang berundak, kemudian ada pendopo, permandian, dan diperkirakan ada pemukiman-pemukiman yang dulunya berkonstruksi kayu-kayu namun yang tampak saat ini hanya pondasinya saja. Hmmm, cukup membuktikan kalau tempat itu dulunya adalah istana kan???
Karena berkonstruksi batu andhesit maka Kraton Ratu Boko ada pula yang menyebut sebagai candi, namun sejatinya memang bukanlah candi. Meskipun lebih mirip kraton, banyak pula perbedaan antara situs Ratu Boko dengan kebanyakan kraton di tanah Jawa karena kedudukannya yang berada di atas bukit. Sedangkan kraton yang lain biasanya didirikan di dataran yang mudah dijangkau dengan terdapat elemen-elemen tertentu misalkan alun-alun dan yang lainnya.
Keistimewaan lain dari situs ini adalah adanya tempat di sebelah kiri gapura yang terdapat spot yang dinamakan Candi Pembakaran atau bisa disebut tempat kremasi yang mana candi-candi yang lain nggak ada yang seperti ini. Diperkirakan pula kegiatan kremasi adalah hal yang sudah menjadi syarat mutlak jika ada kematian. Melihat juga candi pembakaran yang menyerupai altar, menandakan upacara pembakaran mayat merupakan satu upacara yang besar pada waktu itu karena memungkinkan upacara tersebut dihadiri seluruh penduduk.
Sejarah
Setelah membahas konstruksi dan letak geografisnya, seru kayaknya kalau dilanjutkan dengan membahas sisi sejarahnya. Ada cerita apa aja sih dibalik misteri berdirinya Kraton Candi Ratu Boko. Pastinya banyak pertanyaan yang muncul.
Serkilas tentang sejarahnya, situs yang juga peninggalan kerajaan mataram kuno ini bermula dari seorang belanda bernama H.J. De Graff. Pada abad ke 17 ia mencatat bahwa orang-orang Eropa yang datang ke Jawa telah menginformasikan adanya peninggalan sejarah purbakala. Mereka menerangkan bahwa telah ditemukan reruntuhan bangunan istana di Bokoharjo. Berdasarkan sejarah kerajaan Mataram kuno pada abad ke-8, Ratu Boko telah digunakan oleh dinasti Syailendra (Rakai Panangkaran) jauh sebelum zaman raja Samaratungga (pendiri Borobudur) dan Rakai Pikatan (Pendiri Prambanan). Sedangkan kisah lain yaitu kisah Prabu Boko yang berkembang sebagai cerita rakyat kuno tanah Jawa juga menyebutkan telah ditemukannya reruntuhan bangunan istana pada jaman masuknya agama Hindu persis ditempat yang dicatat oleh seorang Belanda tersebut. Namun, kutipan kisah Mas Ngabehi Purbawidjaja dalam Serat Babad Kadhiri mungkin yang lebih jelas menggambarkan keberadaan candi Ratu Boko yang dipenuhi pesona mistis didalamnya, begini ringkasnya:
“Alkisah pada suatu ketika, bertahtalah seorang Raja yang bernama Prabu Dewatasari di Kraton Prambanan, namun banyak diantara rakyatnya yang menyebut juga bahwa Raja Prambanan adalah Prabu Boko, seorang Raja yang ditakuti karena konon menurut cerita, Prabu Boko gemar makan daging manusia. Ternyata, sesungguhnya Prabu Boko adalah seorang perempuan, yaitu permaisuri Raja Prambanan yang bernama asli Prabu Prawatasari. Prabu Boko adalah perempuan titisan raksasa yang bernama Buto Nyai, meski demikian, kecantikannya tidak ada yang menandingi di wilayah Jawa Tengah kala itu. Karena postur badannya yang tinggi melebihi rata-rata tinggi orang dewasa di masa itu, maka dia juga mendapat nama alias atau julukan Roro Jonggrang. Setelah melahirkan putranya, Prabu Boko mempunyai kebiasaan memakan daging manusia. Dan karena perbuatannya tersebut, sang Raja Prabu Dewatasari murka dan mengusir permaisurinya meninggalkan istana. Kepergian sang permaisuri meninggalkan luka bagi Raja dan putranya yang masih bayi. Akhirnya dibuatlah patung dari batu yang menyerupai istrinya yang kini dikenal dengan Roro Jonggrang”.
Sumber lain dari Prasasti Abhayagiri Wihara yang berangka tahun 792 M yang ditemukan di situs Ratu Boko. Dalam prasasti ini menyebut seorang tokoh bernama Tejahpurnapane Panamkarana atau Rakai Panangkaran (746-784 M), serta menyebut suatu kawasan wihara di atas bukit yang dinamakan Abhyagiri Wihara yang kalau diartikan ke bahasa Indonesia kira-kira bermakna "biara di bukit yang bebas dari bahaya". Rakai Panangkaran mengundurkan diri sebagai Raja karena menginginkan ketenangan rohani dan memusatkan pikiran pada masalah keagamaan, salah satunya dengan mendirikan wihara yang bernama Abhayagiri Wihara pada tahun 792 M. Rakai Panangkaran menganut agama Buddha demikian juga bangunan tersebut disebut Abhayagiri Wihara adalah berlatar belakang agama Buddha, sebagai buktinya adalah adanya Arca Dyani Buddha. Tapi anehnya ditemukan pula unsur–unsur agama Hindu di situs Ratu Boko Seperti adanya Arca Durga, Ganesha dan Yoni.
Kelihatannya setelah selang waktu beberapa lama, kompleks ini kemudian diubah menjadi keraton dilengkapi benteng pertahanan bagi raja bawahan (vassal) yang bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni. Menurut prasasti Siwagrha tempat ini disebut sebagai kubu pertahanan yang terdiri atas tumpukan beratus-ratus batu oleh Balaputra. Bangunan di atas bukit ini dijadikan kubu pertahanan dalam pertempuran perebutan kekuasaan di kemudian hari. Karena keunikannya, susah juga kan sebenarnya kalau mengira-ira digunakan untuk apa sejatinya bangunan itu dulunya hanya dengan melihat eksistensinya saat ini, tapi penjelasan di atas semoga bisa memberi bayangan tanda tanya besar itu.
Bagian-bagian Situs
GERBANG UTAMA
Mau nggak mau harus jalan kaki kalau mau keliling di semua spotnya. Pertama kali biar sopan kita melewati gerbang utama dulu. Terdiri dari 2 pintu di Paduraksa dengan sebuah atap berbentuk Ratna yang fungsinya sebagai pintu masuk utama. Pintu yang pertama terbuat dari batuan andesit, namun lantai dan tembok tangganya terbuat dari batu kapur putih halus. Panjang pintu pertama adalah 12m, lebar 6,90 m, dan tinggi 5,05 m serta memiliki 3 pintu. Sedangkan pintu yang kedua memiliki panjang 18,60 m , lebar 9 m, tinggi 4,50 m serta memiliki 5 pintu.
CANDI PEMBAKARAN DAN SUMUR SUCI
Bangunan ini yang bakal kita lihat pertama kali setelah masuk gerbang. Ada di sebelah kiri. Terbuat dari batuan andesit dan memiliki panjang 22,60 m , lebar 22,33 m dan tinggi 3,82m. Candi ini dinamakan Pembakaran karena ditemukan abu bekas pembakaran di situs candi Pembakaran. Ukuran sumurnya 2,30m x 1,80m, kedalaman airnya pada musim kering 2m. Pada zaman dahulu orang-orang menggunakan air dari sumur suci untuk upacara keagamaan di candi Pembakaran dan air dari sumur tersebut dipercaya membawa keberuntungan bagi siapa saja yang menggunakannya. Para pemeluk agama Hindu menggunakan air dari sumur tersebut untuk perayaan Tawur Agung (sehari sebelum Nyepi) untuk menyucikan diri.
PASEBAN
Terdiri dari 2 Batur. Paseban timur memiliki panjang 24,6m , lebar 13,3 m , serta tinggi 1,16 m. Sedangkan Paseban barat memiliki panjang 24,42 m , lebar 13,34 m dan tinggi 0,8 m. Kedua paseban tersebut didirikan saling berhadapan antara satu dengan lainnya, namun demikian belum diketahui secara pasti fungsi paseban tersebut. Nama Paseban berdasarkan pada sebuah analogi istana diwaktu yang sesungguhnya, paseban merupakan sebuah ruang tunggu bagi siapa saja yang hendak menemui raja atau tempat penghadapan.
PENDOPO
Pagarnya memiliki panjang 40,80 m , lebar 33,90 m , dan tinggi 3,45 m. Bagian dasar dan atapnya terbuat dari batuan andesit namun bagian tubuhnya terbuat dari batuan halus kapus halus. Ada 2 batur di dalam pagar , batur bagian utara memilik panjang 20,57 m , lebar 20,49 m, dan tinggi 1,43 m. Batur bagian selatan di Pringgitan, memiliki panjang 20,50 , lebar 7,04 m dan tinggi 1,51 m. Kedua batur tersebut terhubung pada sebuah lorong yang terbuat dari batuan andesit. Diatas atap batur terdapat 24 umpak dan masih ada 12 umpak di Pringgitan. Pendopo merupakan bangunan pusat yang memiliki tiang-tiang yang terbuat dari kayu. Karena tiang, tembok, dan atap terbuat dari bahan yang mudah rusak maka hanya tiang yang terbuat dari batu yang masih utuh sedangkan bagian bangunan yang terbuat dari kayu sudah termakan usia.
KOLAM
Kompleks kolam terbagi menjadi 2 bagian, bagian utara dan bagian selatan. Kedua bagian dipisahkan oleh sebuah dinding penyekat dan terhubung oleh sebuah pintu. Kompleks dinding penyekat dan terhubung oleh sebuah pintu. Kompleks bagian utara berbentuk persegi. Terdiri dari 7 kolam ( 5 kolam besar dan 2 kolam kecil) , sedangkan kompleks bagian selatan terdiri dari 28 kolam (14 kolam besar berbentuk bulat , 13 kolam kecil berbentuk bilat dan 1 kolam berbentuk kotak). Banyak banget yah kolamnya. Kayaknya orang-orang dulu seneng berendam atau renang-renang ceria.
GOA
Di situs candi Ratu Boko terdapat 2 buah goa, yang biasa disebut Goa lanang dan Goa wadon. Dinamakan goa wadon karena terdapat sebuah relief yang melambangkan “anu-nya” cewek (simbol Yoni) di atas pintu masuknya. Simbol Yoni biasanya dilengkapi juga dengan Lingga (“anu-nya cowok) yang dianggap perwakilan Siwa dalam ajaran agama Hindu. Kesatuan antara Yoni dan Lingga dianggap membawa kesuburan dan kesejahteraan. Goa ini diperkirakan sebagai tempat untuk bermeditasi pada zaman dahulu kala.
KEPUTREN
Asal nama ini tempat ini dihubungkan dengan legenda setempat “keputren” (area khusus wanita). Terdiri dari 2 batur yang terbuat dari batu andesit yang menghadap ke barat. Batur bagian selatan memiliki panjang 21,43 m, lebar 22,7 m dan tinggi 1,75 m. Batur bagian utara memiliki panjang 16,4 m dan lebar 14,90 m serta terbuat dari batuan andesit.
Sumber: ardiyanta.com
Kali ini bakal dibahas tentang peninggalan masa lalu yang masuk dalam situs warisan cagar budaya. Sangat berkaitan erat dengan Candi Borobudur dan Candi Prambanan, meskipun ketenarannya memang masih unggul kedua candi tersebut. Namun, banyak keunikan yang tersimpan dari situs peninggalan sejarah yang bakal dibahas secara tuntas melalui postingan ini. Yang dimaksud itu tak lain adalah Kraton Candi Ratu Boko. Kebetulan juga beberapa waktu yang lalu sempat saya kunjungi.
Letak Geografis dan Konstruksi
Situs seluas sekitar 25 ha ini bisa dibilang menjadi satu-satunya situs arkeologi yang memadukan arsitektur khas Hindu dan Budha. Terletak hanya sekitar 3 kilometer kearah selatan Candi Prambanan, tepatnya di kecamatan Bokoharjo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Kira-kira 18 km sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50 km barat daya Kota Solo.
Pertama yang kita lihat kalau kita ikuti papan petunjuk yang ada di pinggir jalan dari arah Candi Prambanan adalah pintu masuk pertama yang kata bapak penjaga loket kalau lewat situ jalan kakinya lebih jauh. Waktu itu saya direkomendasikan lewat pintu yang kedua, tapi tiket bisa dibeli kok di loket pintu masuk pertama.
Setelah menebus tiket, saya pun melaju menuju ke pintu masuk Kraton Ratu Boko yang kedua. Cukup mudah didatangi juga, secara penunjuk arahnya dimana-mana. Nanti bakal melewati desa-desa dengan dihiasi sawah dan perbukitan hijau. Selain itu bakal melewati pula jalan masuk menuju Candi Ijo dan Candi abang. Kalau kalian punya waktu banyak, bisa dicoba nengok semua candi itu. Saran saya, taruh Kraton Ratu Boko di urutan kunjungan yang terakhir. Karena apa, sunset dari kompleks Ratu Boko jos gandhos pokoknya.
Okey, setelah melewati jalanan desa yang menanjak akhirnya sampai juga di pintu gerbang Ratu Boko yang kedua. Saya sih langsung masuk aja karena tiket udah di tangan.
Welcome to Ratu Boko Palace...!!! Kalau kita lihat konstruksi yang masih berdiri, Ratu Boko berbeda dengan Borobudur, Prambanan, dan candi-candi yang lain karena kesan yang kita peroleh pasti menganggap kalau Ratu Boko adalah suatu kompleks kerajaan. Terlihat dari saat awal kita masuk area candi yang sudah disambut dengan gerbang masuk yang berundak, kemudian ada pendopo, permandian, dan diperkirakan ada pemukiman-pemukiman yang dulunya berkonstruksi kayu-kayu namun yang tampak saat ini hanya pondasinya saja. Hmmm, cukup membuktikan kalau tempat itu dulunya adalah istana kan???
Karena berkonstruksi batu andhesit maka Kraton Ratu Boko ada pula yang menyebut sebagai candi, namun sejatinya memang bukanlah candi. Meskipun lebih mirip kraton, banyak pula perbedaan antara situs Ratu Boko dengan kebanyakan kraton di tanah Jawa karena kedudukannya yang berada di atas bukit. Sedangkan kraton yang lain biasanya didirikan di dataran yang mudah dijangkau dengan terdapat elemen-elemen tertentu misalkan alun-alun dan yang lainnya.
Keistimewaan lain dari situs ini adalah adanya tempat di sebelah kiri gapura yang terdapat spot yang dinamakan Candi Pembakaran atau bisa disebut tempat kremasi yang mana candi-candi yang lain nggak ada yang seperti ini. Diperkirakan pula kegiatan kremasi adalah hal yang sudah menjadi syarat mutlak jika ada kematian. Melihat juga candi pembakaran yang menyerupai altar, menandakan upacara pembakaran mayat merupakan satu upacara yang besar pada waktu itu karena memungkinkan upacara tersebut dihadiri seluruh penduduk.
Sejarah
Setelah membahas konstruksi dan letak geografisnya, seru kayaknya kalau dilanjutkan dengan membahas sisi sejarahnya. Ada cerita apa aja sih dibalik misteri berdirinya Kraton Candi Ratu Boko. Pastinya banyak pertanyaan yang muncul.
Serkilas tentang sejarahnya, situs yang juga peninggalan kerajaan mataram kuno ini bermula dari seorang belanda bernama H.J. De Graff. Pada abad ke 17 ia mencatat bahwa orang-orang Eropa yang datang ke Jawa telah menginformasikan adanya peninggalan sejarah purbakala. Mereka menerangkan bahwa telah ditemukan reruntuhan bangunan istana di Bokoharjo. Berdasarkan sejarah kerajaan Mataram kuno pada abad ke-8, Ratu Boko telah digunakan oleh dinasti Syailendra (Rakai Panangkaran) jauh sebelum zaman raja Samaratungga (pendiri Borobudur) dan Rakai Pikatan (Pendiri Prambanan). Sedangkan kisah lain yaitu kisah Prabu Boko yang berkembang sebagai cerita rakyat kuno tanah Jawa juga menyebutkan telah ditemukannya reruntuhan bangunan istana pada jaman masuknya agama Hindu persis ditempat yang dicatat oleh seorang Belanda tersebut. Namun, kutipan kisah Mas Ngabehi Purbawidjaja dalam Serat Babad Kadhiri mungkin yang lebih jelas menggambarkan keberadaan candi Ratu Boko yang dipenuhi pesona mistis didalamnya, begini ringkasnya:
“Alkisah pada suatu ketika, bertahtalah seorang Raja yang bernama Prabu Dewatasari di Kraton Prambanan, namun banyak diantara rakyatnya yang menyebut juga bahwa Raja Prambanan adalah Prabu Boko, seorang Raja yang ditakuti karena konon menurut cerita, Prabu Boko gemar makan daging manusia. Ternyata, sesungguhnya Prabu Boko adalah seorang perempuan, yaitu permaisuri Raja Prambanan yang bernama asli Prabu Prawatasari. Prabu Boko adalah perempuan titisan raksasa yang bernama Buto Nyai, meski demikian, kecantikannya tidak ada yang menandingi di wilayah Jawa Tengah kala itu. Karena postur badannya yang tinggi melebihi rata-rata tinggi orang dewasa di masa itu, maka dia juga mendapat nama alias atau julukan Roro Jonggrang. Setelah melahirkan putranya, Prabu Boko mempunyai kebiasaan memakan daging manusia. Dan karena perbuatannya tersebut, sang Raja Prabu Dewatasari murka dan mengusir permaisurinya meninggalkan istana. Kepergian sang permaisuri meninggalkan luka bagi Raja dan putranya yang masih bayi. Akhirnya dibuatlah patung dari batu yang menyerupai istrinya yang kini dikenal dengan Roro Jonggrang”.
Sumber lain dari Prasasti Abhayagiri Wihara yang berangka tahun 792 M yang ditemukan di situs Ratu Boko. Dalam prasasti ini menyebut seorang tokoh bernama Tejahpurnapane Panamkarana atau Rakai Panangkaran (746-784 M), serta menyebut suatu kawasan wihara di atas bukit yang dinamakan Abhyagiri Wihara yang kalau diartikan ke bahasa Indonesia kira-kira bermakna "biara di bukit yang bebas dari bahaya". Rakai Panangkaran mengundurkan diri sebagai Raja karena menginginkan ketenangan rohani dan memusatkan pikiran pada masalah keagamaan, salah satunya dengan mendirikan wihara yang bernama Abhayagiri Wihara pada tahun 792 M. Rakai Panangkaran menganut agama Buddha demikian juga bangunan tersebut disebut Abhayagiri Wihara adalah berlatar belakang agama Buddha, sebagai buktinya adalah adanya Arca Dyani Buddha. Tapi anehnya ditemukan pula unsur–unsur agama Hindu di situs Ratu Boko Seperti adanya Arca Durga, Ganesha dan Yoni.
Kelihatannya setelah selang waktu beberapa lama, kompleks ini kemudian diubah menjadi keraton dilengkapi benteng pertahanan bagi raja bawahan (vassal) yang bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni. Menurut prasasti Siwagrha tempat ini disebut sebagai kubu pertahanan yang terdiri atas tumpukan beratus-ratus batu oleh Balaputra. Bangunan di atas bukit ini dijadikan kubu pertahanan dalam pertempuran perebutan kekuasaan di kemudian hari. Karena keunikannya, susah juga kan sebenarnya kalau mengira-ira digunakan untuk apa sejatinya bangunan itu dulunya hanya dengan melihat eksistensinya saat ini, tapi penjelasan di atas semoga bisa memberi bayangan tanda tanya besar itu.
Bagian-bagian Situs
GERBANG UTAMA
Mau nggak mau harus jalan kaki kalau mau keliling di semua spotnya. Pertama kali biar sopan kita melewati gerbang utama dulu. Terdiri dari 2 pintu di Paduraksa dengan sebuah atap berbentuk Ratna yang fungsinya sebagai pintu masuk utama. Pintu yang pertama terbuat dari batuan andesit, namun lantai dan tembok tangganya terbuat dari batu kapur putih halus. Panjang pintu pertama adalah 12m, lebar 6,90 m, dan tinggi 5,05 m serta memiliki 3 pintu. Sedangkan pintu yang kedua memiliki panjang 18,60 m , lebar 9 m, tinggi 4,50 m serta memiliki 5 pintu.
CANDI PEMBAKARAN DAN SUMUR SUCI
Bangunan ini yang bakal kita lihat pertama kali setelah masuk gerbang. Ada di sebelah kiri. Terbuat dari batuan andesit dan memiliki panjang 22,60 m , lebar 22,33 m dan tinggi 3,82m. Candi ini dinamakan Pembakaran karena ditemukan abu bekas pembakaran di situs candi Pembakaran. Ukuran sumurnya 2,30m x 1,80m, kedalaman airnya pada musim kering 2m. Pada zaman dahulu orang-orang menggunakan air dari sumur suci untuk upacara keagamaan di candi Pembakaran dan air dari sumur tersebut dipercaya membawa keberuntungan bagi siapa saja yang menggunakannya. Para pemeluk agama Hindu menggunakan air dari sumur tersebut untuk perayaan Tawur Agung (sehari sebelum Nyepi) untuk menyucikan diri.
PASEBAN
Terdiri dari 2 Batur. Paseban timur memiliki panjang 24,6m , lebar 13,3 m , serta tinggi 1,16 m. Sedangkan Paseban barat memiliki panjang 24,42 m , lebar 13,34 m dan tinggi 0,8 m. Kedua paseban tersebut didirikan saling berhadapan antara satu dengan lainnya, namun demikian belum diketahui secara pasti fungsi paseban tersebut. Nama Paseban berdasarkan pada sebuah analogi istana diwaktu yang sesungguhnya, paseban merupakan sebuah ruang tunggu bagi siapa saja yang hendak menemui raja atau tempat penghadapan.
PENDOPO
Pagarnya memiliki panjang 40,80 m , lebar 33,90 m , dan tinggi 3,45 m. Bagian dasar dan atapnya terbuat dari batuan andesit namun bagian tubuhnya terbuat dari batuan halus kapus halus. Ada 2 batur di dalam pagar , batur bagian utara memilik panjang 20,57 m , lebar 20,49 m, dan tinggi 1,43 m. Batur bagian selatan di Pringgitan, memiliki panjang 20,50 , lebar 7,04 m dan tinggi 1,51 m. Kedua batur tersebut terhubung pada sebuah lorong yang terbuat dari batuan andesit. Diatas atap batur terdapat 24 umpak dan masih ada 12 umpak di Pringgitan. Pendopo merupakan bangunan pusat yang memiliki tiang-tiang yang terbuat dari kayu. Karena tiang, tembok, dan atap terbuat dari bahan yang mudah rusak maka hanya tiang yang terbuat dari batu yang masih utuh sedangkan bagian bangunan yang terbuat dari kayu sudah termakan usia.
KOLAM
Kompleks kolam terbagi menjadi 2 bagian, bagian utara dan bagian selatan. Kedua bagian dipisahkan oleh sebuah dinding penyekat dan terhubung oleh sebuah pintu. Kompleks dinding penyekat dan terhubung oleh sebuah pintu. Kompleks bagian utara berbentuk persegi. Terdiri dari 7 kolam ( 5 kolam besar dan 2 kolam kecil) , sedangkan kompleks bagian selatan terdiri dari 28 kolam (14 kolam besar berbentuk bulat , 13 kolam kecil berbentuk bilat dan 1 kolam berbentuk kotak). Banyak banget yah kolamnya. Kayaknya orang-orang dulu seneng berendam atau renang-renang ceria.
GOA
Di situs candi Ratu Boko terdapat 2 buah goa, yang biasa disebut Goa lanang dan Goa wadon. Dinamakan goa wadon karena terdapat sebuah relief yang melambangkan “anu-nya” cewek (simbol Yoni) di atas pintu masuknya. Simbol Yoni biasanya dilengkapi juga dengan Lingga (“anu-nya cowok) yang dianggap perwakilan Siwa dalam ajaran agama Hindu. Kesatuan antara Yoni dan Lingga dianggap membawa kesuburan dan kesejahteraan. Goa ini diperkirakan sebagai tempat untuk bermeditasi pada zaman dahulu kala.
KEPUTREN
Asal nama ini tempat ini dihubungkan dengan legenda setempat “keputren” (area khusus wanita). Terdiri dari 2 batur yang terbuat dari batu andesit yang menghadap ke barat. Batur bagian selatan memiliki panjang 21,43 m, lebar 22,7 m dan tinggi 1,75 m. Batur bagian utara memiliki panjang 16,4 m dan lebar 14,90 m serta terbuat dari batuan andesit.
Sumber: ardiyanta.com
ULASAN PEMBACA